Siapa yang hari-harinya mendadak full dengan suara
'tek-tek' berulang? Selamat menikmati alunan musik yang dihasilkan dari
permainan jadul bernama lato-lato. Tidak hanya anak kecil, bahkan orang dewasa
pun berlomba-lomba berpartisipasi dalam memainkannya. Namun, tahukah kamu kalau
permainan ini sebenarnya bukan hal baru? Sejarah lato-lato bisa dibilang cukup
panjang. Masa kejayaannya kini terulang seperti beberapa tahun lalu. Nah,
begini perjalanan lato-lato alias tek-tek hingga populer kembali.
Sekilas, tidak ada yang istimewa dari permainan
lato-lato, hanya dua buah bola keras yang diikat dengan dua tali kemudian
disatukan. Cara mainnya pun cukup digoyangkan agar kedua bola saling membentur.
Eits, jangan anggap remeh. Nyatanya cara main lato-lato
ini tidak semudah itu, lho! Semakin cepat kamu bergerak, makin tidak beraturan
bolanya. Berkat kerumitan tersebut, kini muncul istilah 'master lato-lato'.
Istilah tersebut merujuk pada seseorang yang mampu membenturkan kedua bola
secara tepat dengan kecepatan dan berbagai macam atraksi.
Memainkan lato-lato perlu belajar kemampuan
keseimbangan dan kesabaran. Terpeleset sedikit, bisa jadi kepala justru kejedug
bola-bolanya. Kamu pun mungkin mengalami jari terjepit oleh kedua bola atau
terlilit tali saat belum mahir memainkannya.Mainan ini kembali populer setelah
muncul video di TikTok yang menampilkan sekelompok anak memainkan lato-lato,
bahkan ada yang sampai turnamen. Bukan sembarang permainan, sekelas Presiden
Jokowi saja memainkan lato-lato, lho!
Meski banyak dimainkan masyarakat Indonesia, lato-lato
sebenarnya merupakan permainan impor dari Amerika Serikat. Di negara asalnya,
permainan ini juga disebut sebagai clackers, click-clacks, knockers,
ker-bangers, atau clankers.
Istilah-istilah tersebut merujuk pada benda yang sama,
yakni dua bola yang dihubungkan dengan dua utas tali. Cara bermainnya pun
persis sebagaimana lato-lato dimainkan di Indonesia. Ketika dimainkan, mainan
akan memunculkan bunyi yang khas 'clack-clack'. Bunyi tersebut kemudian
mendasari penamaan mainan ini.
Benda ini mirip dengan 'bolas', senjata berburu yang
digunakan oleh para Gaucho atau penduduk di Pampas, Gran Chaco, dan Patagonia,
Amerika Selatan. Pada mulanya, clackers dibuat sebagai alat untuk mengajari
anak-anak berlatih koordinasi antara tangan dan mata.
Dimainkan sebagai kompetisi dunia, perlombaan ini pun
diikuti oleh banyak peserta dari berbagai negara. Sebut saja Belanda, Belgia,
Swiss, Inggris, hingga Kanada yang datang untuk membuktikan kemampuan mereka
bermain clackers di mata dunia.
Kepopuleran clackers secara internasional merambah ke
Indonesia. Sekitar tahun 1990-an, mainan ini populer dimainkan oleh anak-anak
Indonesia. Nah, meski populer pada 1990-an, konon lato-lato sudah dimainkan
sejak tahun 1970-an. Bentuk mainnya pun tidak berubah, hanya saja tidak lagi
menggunakan kaca temper, tetapi diubah dengan plastik polimer.
Bahan ini dianggap jauh lebih aman dibanding
pendahulunya. Meski demikian, permainan ini tetap berisiko pecah, tetapi dengan
risiko partikel pecahan tidak membentuk proyektil layaknya kaca, melansir
Quartz.
Kini, clackers di Indonesia lebih populer dengan
sebutan lato-lato. Nama tersebut berasal dari bahasa Bugis dan berubah menjadi
'katto-katto' di Makassar. Sementara di beberapa daerah di Pulau Jawa, permainan
ini dulunya disebut 'tek-tek' sebagaimana bunyi yang dihasilkan. Meski dalam
sejarah lato-lato pernah dilarang, kini kamu bisa dengan bebas memainkannya.
Tentu saja dengan tetap berhati-hati agar tidak menimbulkan bahaya bagi diri
sendiri maupun orang lain.
Sebenarnya permainan ini sempat menimbulkan kontroversi
sekitar tahun 60 hingga 70-an. Pertama, karena suaranya dianggap mengganggu. Di
samping itu, clackers juga menimbulkan kekhawatiran bagi orangtua karena
beberapa anak dilaporkan terluka akibat bermain clakers. Luka yang ditimbulkan
tidak sekadar benjol karena kejedug bola, lho! Mainan clakers dianggap
berbahaya karena dapat pecah menjadi serpihan tajam. Hal ini terjadi ketika
anak semangat menggoyangkan tali sehingga bola-bola bertubrukan terlalu keras.
Risiko ini ada karena clakers zaman tersebut terbuat
dari kaca temper. Bahan dasar yang demikian berpotensi pecah dan membentuk
serpihan yang terlempar saat dimainkan. Pada 1966, Food and Drug Administration
bahkan mengeluarkan peringatan terkait bahaya clackers. Lembaga tersebut juga
melakukan pengujian laboratorium guna mengetahui kecepatan gerakan dan potensi
pecahan dari clackers.
Hasilnya,
permainan ini pun dilarang karena dianggap mengandung bahan kimia maupun
radioaktivitas serta mudah terbakar. Keputusan pelarangan yang diikuti
penarikan produk dari pasaran ini didukung oleh banyak lembaga, termasuk
Society for the Prevention of Blindness.
Nah.. untuk teman – teman yang bermain lato-lato, atau pun yang adik atau anak nya bermain lato-lato, tolong untuk tetap di ingat kan berhati-hati dan tetap di awasi ya.
Temukan artikel menarik serta informasi mengenai UPVC Bandung, Kusen UPVC, PINTU UPVC, UPVC CONCH, KUSEN UPVC MURAH, KUSEN UPVC ANTI BOCOR, KUSEN UPVC BANDUNG, UPVC, dan artikel menarik lainnya di UPVC BANDUNG BY TETA.
sumber://https://www.idntimes.com/science/discovery/laili-zain-damaika-1/sejarah-lato-lato