Kusen Upvc Bandung, Kusen Upvc, Harga Kusen Upvc Per Meter, Harga Kusen Upvc 2019, Harga Kusen Upvc Vs Aluminium, Kusen Pintu Upvc, Kusen Jendela Upvc, Merk Kusen Upvc Terbaik, Kusen Upvc Adalah, Harga Kusen Upvc Bandung

Awal kedatangan Jepang ke Indonesia disebabkan oleh Perang Dunia II yang terjadi di dua benua kala itu. Di Eropa, Nazi Jerman melawan pasukan Sekutu. Di Asia, Jepang yang melawan Sekutu. Baik Jerman dan Jepang sama-sama berpaham fasisme, yaitu ingin menguasai negara-negara di dunia di bawah seorang dictator dan otoriter.

Perang Dunia II di Asia sendiri dimulai pada 8 Desember 1941 saat tentara Jepang (Dai Nippon) mendadak menyerang Pearl Harbor di Hawaii, pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat terbesar di Pasifik.

Sejak pecah perang yang dikenal sebagai Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya itu, Dai Nippon sejak awal ingin menguasai Indonesia. Alasannya, Dai Nippon sangat membutuhkan minyak bumi dan bahan mentah lainnya untuk memenuhi kebutuhan angkatan perangnya. Jepang menilai persediaan minyak Indonesia dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik.

Pergerakan Jepang untuk menguasai Indonesia memang sangat cepat. Pada 10 Januari 1942, tentara Jepang mendarat pertama kali di Tarakan, Kalimantan Timur yang kemudian disusul dengan penguasaan daerah Balikpapan, Pontianak, serta Banjarmasin.

Genap sudah daerah-daerah pertambahan minyak di Kalimantan semakin mudah dikuasai Jepang. Sebulan kemudian, pada 14 Februari 1942, Dai Nippon bergerak ke Sumatera dan berhasil menguasai Palembang. Sumatera sudah dikuasai, maka semakin mudah merebut Pulau Jawa.

Seiring berjalannya waktu, ternyata Jepang tak hanya ingin menguasai sumber daya alam Indonesia saja. Catatan sejarah menunjukkan bahwa Jepang turut melucuti segala tatanan pemerintahan Belanda yang sudah tertanam di Indonesia sejak lama.


Sistem Keuangan Jepang dengan Uang Invasi

Di sektor perekonomian, secara bertahap—yang bisa dikatakan terhitung cepat—Jepang juga membangun sistem keuangan yang secara paksa harus dijalankan di Indonesia. Yang dilakukan Jepang dimulai dengan membubarkan bank-bank Belanda, hingga akhirnya mencetak uang.

Di awal masa pengalihan sistem ekonomi yang dijalankan Jepang, Jepang belum mampu mencetak uang sendiri. Mata uang lama dari pemerintahan Belanda sebelumnya, yakni gulden, masih berlaku. Hanya saja Jepang menambah peredaran uang militer atau gunpyo atau yang lebih dikenal dengan istilah uang invasi atau uang militer.

Uang invasi ini juga kerap disebut sebagai Rupiah Jepang. Sama halnya dengan gulden yang kerap disebut dengan Rupiah Belanda.

Kala itu penggunakan gunpyo atau uang invasi Jepang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 yang dikeluarkan Jepang pada 7 Maret 1942. Keesokan harinya, pada 8 Maret 1942, terbit lagi Undang-Undang Nomor 2 yang menjelaskan ketetapan satuan mata uang apa saja yang berlaku.

Terdapat tiga mata uang kertas yang sah, yaitu f 10 (sepuluh rupiah), f 5 (lima rupiah), dan f 1 (satu rupiah). Serta uang dengan satuan lebih kecil yang terbuat dari logam meliputi 50 sen, 10 sen, 5 sen, dan 1 sen. Sejak ditetapkan Undang-Undang Nomor 2 itu, mata uang lain yang beredar di luar tujuh macam uang tersebut dianggap tidak sah dan dilarang peredarannya. Begitu pun dengan gulden.


Mendirikan Bank Sentral Nanpo Kaihatsu Ginko dan Syomin Ginko, Cikal Bakal BRI

Jepang sempat menghentikan seluruh kegiatan bank di wilayah kekuasaannya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kekacauan di bidang ekonomi. Terlebih saat itu, segala urusan mengenai peredaran uang invasi di wilayah kekuasaan harus mendapat izin dari pemerintah Jepang.

Namun setelah semua tertata, Jepang mendirikan bank sentral Jepang di Indonesia bernama Nanpo Kaihatsu Ginko yang mulai beroperasi pada Juli 1942. Bank ini didirikan untuk menggantikan pera De Javasche Bank.

Melihat perannya sebagai bank sentral, Nanpo Kaihatsu Ginko juga sudah pasti akan berperan sebagai bank sirkulasi. Semua bank berada di bawah pengawasan Nanpo Kaihatsu Ginko. Tugas utama Nanpo Kaihatsu Ginko adalah sebagai likuidator yang terdiri dari orang-orang Jepang yang dibantu oleh beberapa anggota staf dan tenaga tata usaha dari bank-bank kecil yang bersangkutan.

Setelah mendirikan bank sentral, untuk memperbaiki jalannya perekonomian dan peredaran uang invasi, serta alih-alih meringankan beban penghidupan rakyat Indonesia, pada 3 Oktober 1942, Jepang pun membuka Syomin Ginko atau Bank Rakyat. Syomin Ginko menggantikan peran bank buatan Belanda sebelumnya yang bernama Algemeene Volkscredietbank.

Syomin Ginko inilah yang di kemudian hari menjadi cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pembukaan Syomin Ginko sudah meluas dengan mempunyai cabang di 68 tempat di seluruh Pulau Jawa.

Seiring berjalannya waktu, polemik peredaran uang invasi pada perjalanannya sempat memunculkan berbagai masalah. Salah satu yang paling sering terjadi adalah rusaknya uang yang beredar hingga memicu aktivitas jual beli uang. Sampai akhirnya sistem ekonomi sektor perbankan dan peredaran uang Jepang dengan total berhenti setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.

17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, lalu keesokan harinya pada 18 Agustus 1945 disusun Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Pasal 23 tentang Hal Keuangan. Undang-undang itu menyatakan cita-cita membentuk bank sentral dengan nama Bank Indonesia.

Sedangkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) resmi didirikan—atau mengubah Syomin Ginko—pada 22 Februari 1946. Meski begitu, Indonesia kala itu masih belum memiliki mata uang sendiri yang dapat menyatukan bangsa ini.


Temukan artikel menarik serta informasi mengenai UPVC Bandung, Kusen UPVC, PINTU UPVC, UPVC CONCH, KUSEN UPVC MURAH, KUSEN UPVC ANTI BOCOR, KUSEN UPVC BANDUNG, UPVC, dan artikel menarik lainnya di UPVC BANDUNG BY TETA.

Sumber: Good News from Indonesia